GOOD GOVERNANCE
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Pendidikan Kewarganegaraan 3 SKS
Dosen Mata Kuliah Rohman, S.Pd., M.Pd.
Pendidikan Kewarganegaraan 3 SKS
Dosen Mata Kuliah Rohman, S.Pd., M.Pd.
Disusun
Oleh:
Kelompok 1
Ginda Fahreza 1513054009
Yuni Rahma
Setiani 1513054012
Fanesha Radhia
A.H.P 1513054014
Tika Selvia
Faslindo 1513054015
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Segala
Puji dan Syukur saya Ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwasanya saya telah
dapat membuat makalah tentang Good
Governance.
Walaupun banyak sekali
hambatan dan kesulitan yang saya hadapi dalam menyusun
makalah ini, dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa
dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan saya.
Oleh
karena itu saya sangat mengharapkan ktitik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak terutama dari Bapak/Ibu Dosen supaya saya dapat lebih baik lagi
dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari, dan semoga makalah ini berguna
bagi siapa saja terutama bagi teman-teman.
Bandar
Lampung, Mei 2016
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................................ ...... i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ...... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. ...... iii
I. PENDAHULUAN............................................................................................... ...... 1
1.1 Latar
Belakang Masalah............................................................................... ...... 1
1.2 Rumusan
Masalah......................................................................................... ...... 2
1.3 Tujuan
Masalah ........................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN................................................................................................. ...... 3
2.1 Pengertian Good Governance....................................................................... ....... 3
2.2 Macam – macam sitem pemerintahan....................................................... ...... 5
2.3 Prinsip – prinsip “good and clean governance............................................. 7
2.4 Fungsi “good and clean governance”........................................................... 8
2.5 Penerapan
asa – asas kepemerintahan yang baik .................................. 10
III. PENUTUP........................................................................................................... ...... 21
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. ...... 22
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara
umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik.
Dalam
versi world bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administrative menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya
aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swasta di Indonesia ialah
merupakan suatu terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas public dan
untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal.
Good Governance di Indonesia sendiri
mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang
dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan system pemerintahan yang
menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah
satu alat reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan
tetapi, jika dilihat dari perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 15
tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan
berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita reformasi sebelumnya. Masih
banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan
akuntasi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti
gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam
menciptakan iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai
diupayakannya transparansi informasi terhadap public mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan
dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal
tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari
sector public tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang –
undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good Governance
pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan
sector public pada era Orde lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan
juga pada era orde baru dimana sector public ditempatkan sebagai agent of
development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim
yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa pengertian Good Governance ?
1.2.2 Apa saja macam – macam system pemerintahan ?
1.2.3 Apa saja prinsip – prinsip “Good and clean
Governance” ?
1.2.4 Apa fungsi “Good and clean Governance” ?
1.2.5 Bagaimana penerapan asas – asas
kepemerintahan yang baik ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian Good Governance.
1.3.2 Mengetahui macam – macam system
pemerintahan.
1.3.3 Mengetahui prinsip – prinsip “Good and clean
Governance”.
1.3.4 Mengetahui fungsi “Good and clean
Governance.
1.3.5 Mengetahui penerapan asas – asas
kepemerintahan yang baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGETIAN GOOD GOVERNANCE
1.
Pengertian
Pemerintahan
Pemerintah
adalah organisasi yangh memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hokum
serta undang – undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai
sistrem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam – macam jenis pemerintahan
di dunia.
2.
Pengertian
Pemerintahan Yang Baik dan Bersih
Paling
tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good
and clean governance, yaitu
a. Good
Goverment
b. Clean
Government
c. Good
Governance
d. Clean
Governance
Dari empat bagian
tersebut dilihat bahwa yang menjadi perhatian adalah good (baik), clean (
bersih), government (pemerintah), dan governance (penyelenggara pemerintah).
Artinya paradigm yang
hendak dikembangkan adalah pemerintahan yang baik dan bersih yang juga didukung
oleh ppenyelenggara pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian
government lebih memberikan perhatian terhadap sumber daya manusia yang bekerja
dalam system tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini akan
muncul ketimpangan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan yang pada
akhirnya akan menimbulkan kehancuran terhadap system bernegara.
Sedangkan dalam makna
istilahnya, Wanadi (1998) memberikan pengertian sebagai berikut:
“kekuasaan didasarkan
kepada peraturab perundang – undangan yang berlaku, segala kebijakan diambil
secara transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan kepeda masyarakat.
Kekuasaan juga didasarkan atas aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak
seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus taat kepada prinsip
bahwa semua Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dimata hokum.
Sementara itu, Riswanda Imawan
(2000) berpendapat bahwa clean government adalah salah satu bentuk atau
struktur pemerintahan yang menjamin tidak terjadinya abuse of power. Untuk itu
diperlukan :
1.
Pemerintah yang dibentuk atas kehendak orang banyak
2.
Struktur organisasi pemerintah yang tidak kompleks (lebih sederhana)
3.
Mekanisme politik yang menjamin hubungan konsultatif antar Negara dan warga
Negara
4.
Mekanisme saling mengontrol antar actor – actor didalam infra maupun supra
struktur politik.
Menurut United Development Program (PUD)
salah satu badan PBB, governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaiut:
1. Economic
Governance, meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi kegiatan
ekonomi, serta mempunyai implikasi terhadap kesetaraan, kemiskinan dan kualitas
hidup.
2. Political
Governance, memcakup proses perubahan keputusan untuk perumusan kebijakan
politik Negara.
3. Administrative
Governance, berupa system implementasi kebijakan.
Insitusi
dari governance meliputi tiga domein, yaitu state (Negara atau Pemerintahan),
private sector (swasta atau dunia usaha), dan ociety (masyarakat) yang saling
berinteraksi. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang
kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
society berperan positip dalam interaksi social, ekonomi, dan politik, termasuk
mengajak kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi,
social dan politik. Hubungan antar sector dimaksud dapat digambatrkan dibawah
ini.
Adapun
istilah good and governance merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi,
yang dikaitkan dengan tuntunan akan pengelolaan pemerintahan yang professional,
akuntabel dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintahan yang
bersih dari KKN merupakan bagian penting dari pembangunan demokrasi, HAM dan
masyarakat madani di Indonesia.
Pengertian
kepemerintahan yang baik (Good governance), adalah sikap dimana kekuasaan
dilakukan oleh masyarakat yang diatur dalam berbagai tingkatan pemerintahan
Negara yang berkaitan dengan sumber – sumber social – budaya, politik dan
ekonomi. Dalam prakteknya mesti disertai bersih dan berwibawa, yang merupakan
model kepemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung
jawab, sehingga menyatu dalam istilah good and governance.
Sejalan
dengan prinsip diatas, maka kepemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa,
berarti baik dan bersih dalam proses maupun hasilnya. Dalam hal ini semua
unsure dalam pemerintahan dapat bergerak secara sinergis, tidak saling
beebenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat.
2.2
MACAM
– MACAM SISTEM PEMERINTAHAN
Matthew Soberg Shugart
memaparkan bahwa system pemerintahan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok:
1.
Bentuk
Pemerintahan Parlementer
Dalam system parlementer, warga Negara
tidak memilih kepala Negara secara langsung. Nmereka memilih anggota –anggota
dewan perwakilan rakyat, yang diorganisasi kedalam satu atau lebih partai
politik. Umumnya, system parlementer mengindikasikan hubungan kelembagaan yang
erat antara eksekutif dan legislatif. Kepala pemerintahan dalam system
parlementer adalah perdana menteri (disebut premier di Italia atau Kanselir di
Jerman). Perdana menteri mmilih menteri – menteri serta memebentuk cabinet berdasarakan suatu
‘mayoritas’ dalam parlemen (berdasarkan jumlah suara yang didapat masing –
masing partai didalam pemilu.
Dalam bentuk pemerintahan parlementer,
pemilu hanya diadakan satu macam yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat
mekanisme pemilihan umum, warganegara memilih wakil –wakil mereka untuk duduk
di parlemen. Wakil – wakil yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari
partai – partai politik yang ikut serta didalam pemilihan umum.
Matthew Soberg Shugart menyatakan bahwa
system pemerintahan parlementer punya dua varian, yaitu : (1) Parlementer
Mayoritas dan (2) Parlementer Transaksional.
2. Bentuk
Pemerintahan Presidensil
Presidensil cenderung memisahkan kepala
eksekutuf dari dewan perwakilan rakyat. Sangat sedikit media dimana eksekutif
dan legislative dapat saling bertanya satu sama lain. Dalam system
presidensial, pemillu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih anggota
parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak
prerogatifnya menunjuk pembantuan – pembantuannya, yaitu menteri – menteri
didalam cabinet.
Didalam system presidensil, presiden tidak
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) tetapi langsung kepada rakyat. Sanksi
jika presiden dianggap tidak ‘merespon hati nurani rakyat’dapat berujung pada
dua jalan: pertama, tidak memilih lagi si presiden tersebut dalam proses
pemilihan umum, dan kedua mengadukan pelanggaran – pelanggaran yang presiden
lakukan kepada parlemen. Parlemen inilah yang nanti menggunakan hak kontrolnya
untuk mempertanyakan sikap – sikap presiden yang di adukan ‘rakyat’ tersebut.
Jadi, berbeda dengan parlementer dimana jika si perdana menteri dianggap tidak
bertanggung jawab, palemen, terutama partai – partai oposisi, dapat mengajukan
mosi tidak percaya kepada perdana menteri yang jika didukung 51% suara palemen,
si perdana menteri tersebut beserta kabinetnya terpaksa harus mengundurkan diri
dalam system presidensil, hal seperti ini sulit untuk dilakukan mengingat yang
memilih si presiden bukanlah parlemen melainkan rakyat secara langsung.
3. Semi
Presidensial
Semi Presidensial juga disebut Blondell
tahun 1984 sebagai “Dual Excecutive”. Dual excecutive terjadi kala presiden
tidak hanya kepala Negara yang kurang otoritas politiknya, tetapi juga dapat
kepala pemerintahan (eksekutif) yang sesungguhnya, karena juga terdapat perdana
menteri yang punya hubungan kuat dengan parlemen dan merefleksikan demokrasi
palementer. Namun, rupa hubungan antara Negara – Negara yang menerapkan semi –
presidensial yaitu : (1) Premier – Presidensil dan (2) Presiden – Parlementer.
Dalam premier – presidensil pula, hanya
mayoritas parlemen saja yang berhak memberhentikan cabinet. Ini mebuat premier
– presidensil sangan dekat dengan parlementer. Keindependenan tersebut bisa
dalam hal membentuk pemerintahan ataupun pembuatan undang – undang.
4. Hybryd
Selain semi – presidensil, terdapat pula
model hybrid, system pemerintahan yang bukan parlementer, bukan presidensil dan
bukan semi – presidensil. Model pemerintahan ini terdapat di swiss dimana
terdapat eksekutif yang dipilih dari parlemen dan memiliki jangka waktu
kekuasaan yang fix (tidak bisa diganggu oleh parlemen). Model ini juga ada di
Israel, dimana kepala eksekutif yang dipilih langsung rakyat sekaligus punya
posisi yang punya ketergantungan tinggi pada parlemen.
2.3
PRINSIP
– PRINSIP “GOOD AND CLEAN GOVERNANCE”
Untuk
merealisasikan pemerintahan yang akuntabel, dengan mengacu pada UNDP, Lembaga
Administrasi Negara (LANRI) merumuskan Sembilan aspek fundamental
(asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Partisipasi
(participation), yaitu keiukutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan, balik langsung melalui lembaga perwakilan yang sah dan mewakili
kepentingan mereka. Bentuk partisipasi yang dimaksud dibangun atas dasar
prinsip demokrasi, yaitu kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara
konstruktif. Dalam hal ini perlu deregulasi birokrasi, sehingga proses sebuah
usaha efektif dan efisien.
2. Penegakan
hukum (rule of law), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan yang professional
harus di dukung oleh penegakan hukum yang berwibawa, karena tanpa ditopang oleh
aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, maka partisipasi masyarakat
dapat berubah menjadi tindakan yang anarkis.
3. Transparansi
(transparency). Asas transparansi adalah asas penting yang menopang terwujudnya
good and clean governance. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga – lembaga dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak – pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Responsif,
yaitu tanggap terhadap persoalan – persoalan masyarakat. Dalam hal ini
pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat dan proaktif, bukan menunggu
mereka menyampaikan keinginan. Untuk setiap unsure pemerintah harus memiliki
dua etika, yakni etika individual dan etika social.
5. Consesnsu
(orientasi kesepakatan) yaitu bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
kesepakatan dalam suatu permusyawaratan. Melalui cara ini akan memuaskan semua
pihak sehingga semuanya merasa terikat untuk konsekuen melaksanakannya.
6. Kesetaraan
(equity) yaitu kesamaan dalam perlakuan
dan pelayanan public. Hal ini mengharuskan setiap pelaksana pemerintah
bersikap dan berperilaku adil dalam hal pelayanan public tanpa mengenal
perbedaan leukinan (agama), suku, jenis kelamin dan kelas social.
7. Efektifitas
dan efisiensi (berdayaguna dan berhasilguna). Kritria efektif diukur dengan
parameter produk yang dapat menjangkau besar – besarnya kepentingan masyarakat
dari berbagai kelompok lapisan social, sedangkan efisien diukur dengan
rasionalitas biaya untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
8. Akuntabilitas,
yaitu pertanggunggugatan pejabat public terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurus kepentingan mereka. Dalam hal ini setiap pejabat
public dituntut mempertanggung jawabkan semua kebijakan, keputusan, perbuatan,
moral maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.
9. Visi
strategis (strategic vision0, yaitu pendangan – pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan dating (forecasting). Artinya, kebijakan / keputusan
apapun yang akan diambil saat ini harus mempertimbangkan akibatnya dimasa depan
(paling tidak 10 – 20 tahun ke depan.
2.4
FUNGSI
“GOOD AND CLEAN GOVERNANCE”
Pelaksanaan
pemerintah yang baik pada gilirannya juga akan membuat masyarakat memperoleh
dan merasakan ketentraman lahir batin, berupa : (a) kelangsungan hidup dan
pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik dan non fisik; (b)
sepanjang tidak melanggar hak dan merugikan orang lain maka masyarakat dapat
secara bebas pula mengembangkan bakat dan kesenangannya; (c) merasakan di
perlakukan secara tidak wajar, berperikemanusiaan adil dan beradab sekalipun
melakukan kesalahan
Demi
menjamin dan memberikan landasan hukum bahwa perbuatan pemerintahan
(bestuurhendeling) yang dilakukan oleh pemerintah sebagai suatu perbuatan yang
sah (legitimate dan justified), dapat dipertanggung jawabkan (accountable and
responsible) dan bertanggung jawab (liable), maka setiap perbuatan pemerintahan
itu harus berdasarkan atas hukum yang adil, bermartabat dan demokratis.
Secara
umum sasaran penyelenggaraan Negara tahun 2004 – 2009 adalah terciptanya tata
pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, professional, dan bertanggung jwab,
yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif
serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat.
Untuk
mewujudkan hal tersebut diatas, secara khusus sasaran yang ingin dicapai
adalah:
1. Berkurangnya
secara nyata praktek KKN di birokrasi yang antara lain ditujukan dengan hal –
hal sebagai berikut:
a.
Tidak adanya manipulasi oajak.
b.
Tidak adanya pungutan liar.
c.
Tidak adanya manipulasi tanah.
d.
Tidak adanya penggelapan uang Negara
e.
Tidak adanya pemalsuan documenter
f.
Tidak adanya pembayaran fiktif
g.
Tidak adanya penggelembungan nilai
kontrak (mark – up)
h.
Tidak adanya uang kimisi
i.
Tidak adanya penundaan pembayaran kepada
rekanan
j.
Tidak adanya kelebihan pembayaran
k.
Tidak adanya ketekoran biaya
l.
Proses pelelangan (tender) berjalan
dengan baik.
2.
Terciptanya system kelembagaan dan
ketatalksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan,
professional dan akuntabel:
a.
System kelembagaan lebih efektif,
ramping dan fleksibel
b.
Kualitas tata laksana dan hubungan kerja
antar lembaga di pusat, dan antara pemerinta pusat, provinsi dan kabupaten /
kota lebih baik.
c.
System administrasi pendudkung dan
kearsipan lebih efektif dan efisien
d.
Dokumen/arsip Negara dapat diselamatkan,
dilestarikan, dan terpelihara dengan baik.
3.
Terhapusnya peraturan perundang –
undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga Negara,
kelompok, atau golongan masyarakat
:
:
a.
Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan
dunia usaha (swasta) meningkat.
b.
SDM, prasarana, dan fasilitas pelayanan
menjadi lebih baik
c.
Berkurangnya hambatan terhadap
penyelenggaraan pelayanan public
d.
Prosedur dan mekanisme serta biaya yang
diperlukan dalam pelayanan public lebih baku dan jelas
e.
Penerapan system merit dalam pelayanan
f.
Pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pelayanan public
g.
Penanganan pengaduan masyarakat lebih
intensif
4.
Meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam pengambilan kebijakan pelayanan public: berjalannya mekanisme dialog dan
musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan
layanan public.
5.
Terjaminnya konsistensi dan kepastian
hukum sesuai dengan peraturan perundang – undangan baik pusat maupun daerah:
a.
Hukum menjadi landasan bertindak bagi
aparatur pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan public yang baik
b.
Kalangan dunia usaha / swasta merasa
telah aman dan terjamin ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena
ada aturan main (rule of the game) yang tegas, jelas dan mudah dipahami oleh
masyarakat.
c.
Tidak ada nada kebingungan di kalangan
pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antar
pemerintah daerah serta antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
2.5
PENERAPAN
ASAS – ASAS KEPEMERINTAHAN YANG BAIK
Dalam
praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pasca gerakan reformasi
nasional, tercermin dalam undang – undang No. 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, dan Undang – undang No. 32
Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang memuat setiap asas – asas umum
pemerintah yang mencakup:
1. Asas
Kepastian Hukum, yang mengutamakan landasan peraturan perundangan, kepautan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara.
2. Asas
Tertib Penyelenggaraan Negara, yang mengutamakan landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
3. Asas
Kepentingan Umum, yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif,
akomodatif dan selektif.
4. Asas
Keterbukaan, dengan membuka diri terhadap hak – hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, bersikap jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia Negara.
5. Asas
Proporsionalitas, yang mengutamakan keseimbangan antara hak dengan kewajiban
penyelenggaraan Negara.
6. Asas
profesionalitas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
7. Asas
akuntabilitas dimana setiap kegiatan dan hasil kegiatan penyelenggaraan Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
a. Prinsip
– prinsip Good Governance
Indonesia
merupakan salah satu Negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan
terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukan bahwa hal
tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan
yang tidak adil, bekerja diluar kewenangan, dan kurangnya intregitas dan
transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih
belom bisa tercapai. Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di
Indonesia, maka prinsip – prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam
berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip – prinsip
good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat
sipil hendaknya saling menjaga, saling support dan berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan.
Kunci
utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip – prinsip
didalamnya. Bertolak dari prinsip – prinsip ini akan didapatkan tolak ukur
kinerja saat pemerintahan. Baik – buruknya pemerintahan bisa dinilai bila oa
telah bersinggungan dengan semua unsure prinsip – prinsip good governance
diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi
Semua
warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga – lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya
supermasi hukum
Kerangka
hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya
hukum – hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparasi
Transparasi
dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga – lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak – pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di
mengerti dan dipantau.
4. Peduli
pada stakeholder
Lembaga
– lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak
yang berkepentingan.
5. Berorientasi
pada consensus
Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan – kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok – kelompok masyarakat, dan bila mungkin, consensus dalam hal kebijakan
– kebijakan dan dan prosedur – prosedur.
6. Kesetaraan
Semua
warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
7. Efektivitas
dan efisiensi
Proses
– proses pemerintahan dan lembaga – lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan
warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber – sumber daya yang ada seoptimal
mungkin.
8. Akuntabilitas
Para
pengambil keputusan di pemerintah, sector swasta dan organisasi – organisasi
masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga –
lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu
dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi
strategis
Para
pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas
tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan social
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
10. Berwawasan
kedepan
a. Pemahaman
mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit
pemerintahan.
b. Mampu
merumuskan gagasan – gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun
pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan
dan program – program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya.
11. Bersifat
terbuka
a. Bersifat
terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan
keputusan
b. Adanya
kebijakan public terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan public
c. Setiap
kebijakan public termasuk kebijakan alokasi anggaran & pelaksanaannya
maupun hasil – hasilnya mutlak harus di informasikan kepada public atau dapat
diakses oleh public selengkap – lengkapnya melalui berbagai media dan forum
untuk mendapat respon
12. Cepat
tanggap
a. Selalu
adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan
yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan public ataupun yang
memerlukan suatu kebijakan.
b. Tidak
ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam
rangka pelayanan public perlu segera disempurnakan atau diambil langkah –
langkah penanganan segera.
c. Bentuk
konkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai
dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan
serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.
13. Akuntabel
a. Akuntabilitas
dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari
penyususnan program kegiatan dalam rangka pelayanan public, pembiayaan,
pelaksanaan, dan evaluasinya maupun hasil dan dampaknya.
b. Akuntabilitas
juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/public, dengan instansi atau
aparat di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat di atas.
c. Penyelenggaraan
pemerintahan harus berdasarkan:
1) System
dan prosedur tertentu
2) Memenuhi
ketentuan perundangan
3) Dapat
diterima secara politis
4) Berdasarkan
nilai – nilai etika tertentu
5) Dapat
menerima konsekuensi bila keputusan yang diambil tidak tepat.
14. Profesionalitas
dan kompetesi
a. Mengisi
posisi – posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk
didalamnya criteria jabatan dan mekanisme penempatannya.
b. Terdapat
upaya – upaya sistematik untuk mengembangkan profesionalitas SDM yang dimiliki
unit melalui berbagai kegiatan pendidikan fan pelatihan
15. Efisien
dan efektif
a. Menggunakan
struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif
b. Merupakan
salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas
c. Kinerja
penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan
dioptimalkan melalui pemanfaatan sumberdaya dan organisasi yang efektif dan
efisien, termasuk upaya – upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan
berbagai pihak dan organisasi lain.
16. Desentralisasi
a. Adanya
pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat dibawahnya
sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai
lingkup tugasnya
b. Pendelegasian
wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat
17. Demokratis
dan berorientasi pada consensus
a. Menjunjung
tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain
b. Dalam
suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui consensus
perlu dihormati
18. Mendorong
partisipasi masyarakat
Partisipasi
masyarakat pada hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan
19. Kemitraan
dengan swasta dan masyarakat
Pemerintah
dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan
“public goods” dan pemberian pelayanan terhadap public
20. Menjunjung
supremasi hukum
a. Penyelenggaraan
pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang
berlaku dalam setiap pengambilan keputusan
b. Bersih
dari unsure “KKN” dan pelanggaran HAM
c. Ditegakkannya
hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum
b. Kaitan
prinsip – prinsip Good Governance dalam palayanan public
Menerapkan
praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas
pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis
untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan
pelayanan public. Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan public menjadi
strategis untuk memulai menerapkan good governance.
Pelayanan
public sebagai penggerak juga dianggap pentingoleh semua actor dari unsure good
governance. Para pejabat public, unsure – unsure dalam masyarakat sipil dan
dunia usaha sama – sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja
pelayanan public. Ada tiga alas an penting yang melatarbelakangi bahwa
pembaharuan pelayanan public dapat mendorong praktik good governance di
Indonesia. Pertama perbaikan kinerja pelayanan public dinilai penting oleh
stakeholders yaitu pemerintah,warga, dan sector usaha. Kedua pelayanan public
adalah ranah dari ketiga unsure governance melakukan interaksi yang sangat
intensif. Ketiga nilai – nilai yang selaman ini mencirikan praktik good
governance diterjemahkan secara mudah dan nyata melalui pelayanan public.
Secara
garis besar, permasalahan penerapan good governance meliputi:
1. Reformasi
birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntuntan masyarakat
2.
Tingginya kompleksitas permasalahan
dalam mencari solusi perbaikan
3.
Masih tingginya tingkat penyalahgunaan
wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadapa
kinerja aparatur
4.
Makin meningkatnya tuntutan akan
partisipasinya masyarakat dalam kebijakan public
5.
Meningkatnya tuntutan penerapan
prinsip-prinsip tata keoemerintahan yang baik antara lain transparasi,
akuntabilitas dan kualitas kinerja public serta taat pada hukum
6.
Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan
tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi.
7. Rendahnya
kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur. System kelembagaan
(organisasi) dan ketatallaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum
memadai
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing
public services values mengatakan bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah
bermuatan nilai dan lingkungan yang didoring oleh sejumlah nilai. Nilai – nilai
ini yang mmenjadi oijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat member
pelayanan piblik.
Terkait
dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para
formulator saat mendesain suatu meklumat pelayanan, beberapa nilai yang
dimaksud yakni:
1. Kesetaraan
2.
Keadilan
3.
Keterbukaan
4.
Kontunyuitas dan regualitas
5.
Partisipasi
6.
Inovasi dan perbaikan
7.
Efisiensi
8.
Efektifitas
c.
Dengan metode tersebut penerapan prinsip
good governance dalam pelayanan public akan berjalan dengan prinsip – prinsip
good governance yang telah diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 101 tahun 2000.
Penyelenggaraan pemerintah yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan
seluruh komponen pemangku kepentingan, baik dilingkungan birokrasi maupun di
lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah
pemerintahan yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esenblik yang baik, hal ini sejalan dengan
sesuai kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk
memberikan keleluasan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat
dan meningkatkan pelayanan public.
Beberapa
pertimbangan mengapa pelayanan public (khususnya dibidang perizinan dan non
perizinan) menjadi strategis dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk
melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan
mengapa pelayanan public menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani
adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan
public yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan
pemerintah. Buruknya public mengidikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang
kurang baik.
Penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public yang dilakukan oleh pemerintah
atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada paradigm rule government
(pendekatan legalitas). Dalam merumuskan menyususn dan menetapkan kebijakan
senantiasa didasarkan pada pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta
dalam prosesnya menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang – udangan
atau mendasarkan pada pendekatan legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan
prosedur, hak dan kewenangan atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah
daerah) dan kuranf memperhatikan prosesnya. Pengertiannya dalam proses
merumuskan menyusun dan menetapkan
kebijakan kurang optimal melibatkan stakeholder (pemangku akepentingan di
lingkungan birokrasi, maupun masyarakat)
Pendidikan
kesehatan dan hukum (administrasi) adalag tiga komponen dasar pelayanan public
yang harus diberikan oleh penyelenggaraan Negara (pemerintah) kepada rakyat.
Hingga saat ini pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim
investasi kesehatan dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai
akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh
institusi – intitusi pemerintahan. Bahkan muncul sebagai permsalahan masih
terjadinya diskriminasi pelayanan tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi
yang terkesan terrbelit – belit serta rendahny tingkat kepuasan masyarakat.
Factor – factor penyebab buruknya pelayanan public selama ini antara lain:
1. Kebijakan
dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali
tidak pro rakyat
2.
Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan
sekedar teknis – mekanis saja dan bukan pendekatan pemartabatan kemanusiaan.
3.
Kecenderungan masyarakat yang
memperthankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh
pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
4.
Adanya sikap sikap oemerintah yang
kecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses
formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi
Terdapat
tiga unsur penting dalam pelayanan public, yaitu unsure pertama adalah
organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu pemerintah daerah, unsure
kedua adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsure yang ketiga adalah kepuasan yang
diberikan dan atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan)
1.
Unsure pertama menunjukan bahwa
pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai oemegang
monopoli layanan, dan menjadikan pemda bersikap statis dalam memberikan
layanan, karena layanannya memangdibituhkan atau diperlukan oleh orang atau
masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang
menjadi salah satu factor penyebab buruknya pelayanan public yang dilakukan
pemerintah daerha, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan
fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
2.
Unsure kedua adalah orang masyarakat
atau organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan),
pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi setara menerima
layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik.
Posisi inilah yang mendorong t5erjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan
KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya pungli, dan ironisanya
dianggap saling menguntungkan.
3. Unsure
ketiga adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsure kepuasan pelanggan
menjadi perhatian penyelenggaraan pelayanan (pemerintah) untuk menetapkan arah
kebijakan pelayanan public yang berorientasi untuk memuaskan pelanggan, dan
dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen
pemerintah daerah.
d.
Mewujudkan konsep Good Governance di
Indonesia
Terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik.
Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli
dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang
memburuk. Masalah – masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan
ekonomi Indonesia, sehingga jumalh pengangguran semakin meningkat, jumlah
penduduk miskin bertambah tingkat kesehatan menurun dan bahkan telah
menyebabkan munculnya konflik – konflik di berbagai daerahyang dapat mengancam
persatuan dan kesatuan Negara republic Indonesia. Bahkan kondisi sat inipun
menunjukan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan
kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda –
agenda reformasi.
Konsep
good governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat, namun demikian masih banyak yang rsncu
memahami konsep governance. Secara sederhana banyak pihak menerjemahkan
governance sebagai tata pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya
dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena
pemerintah (government) adalah salah satu dari tiga actor besar yang membentuk
lembaga yang disebut governance. Dua actor lain adalah private sector (sector
swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya keduanya memahami
governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah
(birokrasi), sector swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang
disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan
ekonomi, politik, social budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sector
swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas
lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu
berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, social
dan politik termasuk bagaimana melakukan control terhadap jalannya aktivitas –
aktivitas tersebut.
Mewujudkan
konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan
sinergi antara pemerintah, sector swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan
sumber – sumber alam, social, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai
good governance adalah adanya transparasi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi dan keadilan. Kebijakan public
yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta
mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan Negara
yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses
pengambilan keputusan (Hunja, 2009)
Konsep
good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur
hubungan politik dan social ekonomi yang baik. Human interest adalah factor
terkuat yang saat ini mempengaruhi baiki buruknya dan tercapai atau tidaknya
sebuah Negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang
tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik
kepentingan individu, kelompok, dan atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”. Good governance pada dasarnya adalah suatu consensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga Negara, dan sector swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahan dalam suatu Negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi
kesejahteraan rakyat dengan system peradilan yang baik dan system pemerintahan
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada public. Meruju pada 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan
pembangunan manusia. Good governance menyentuh tiga pihak yaitu pihak
pemerintah (penyelenggara Negara) pihak korporat atau dunia usaha (penggerak
ekonomi) dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut
saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan Negara yang baik.
Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun
dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi,
2005).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemerintah
adalah organisasi yangh memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hokum
serta undang – undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai
sistrem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam – macam jenis pemerintahan
di dunia.
Lembaga
Administrasi Negara (LANRI) merumuskan Sembilan aspek fundamental
(asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Partisipasi
(participation),
2. Penegakan
hukum (rule of law),
3. Transparansi
(transparency).
4. Responsif
5. Consesnsu
(orientasi kesepakatan).
6. Kesetaraan
(equity)
7. Efektifitas
dan efisiensi (berdayaguna dan berhasilguna).
8. Akuntabilitas,
9.
Visi strategis (strategic vision
Pelaksanaan
pemerintah yang baik pada gilirannya juga akian membuat masyarakat m,emperoleh
dan merasakan ketentraman lahir batin, berupa : (a) kelangsungan hidup dan
pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik dan non fisik; (b)
sepanjang tidak melanggar hak dan merugikan orang lain maka masyarakat dapat secara
bebas pula mengembangkan bakat dan kesenangannya; (c) merasakan di perlakukan
secara tidak wajar, berperikemanusiaan adil dan beradab sekalipun melakukan
kesalahan
Demi
menjamin dan memberikan landasan hukum bahwa perbuatan pemerintahan
(bestuurhendeling) yang dilakukan oleh pemerintah sebagai suatu perbuatan yang
sah (legitimate dan justified), dapat dipertanggung jawabkan (accountable and
responsible) dan bertanggung jawab (liable), maka setiap perbuatan pemerintahan
itu harus berdasarkan atas hukum yang adil, bermartabat dan demokratis.
DAFTAR
PUSTAKA
Rohman. 2016. Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandarlampung. Rohman. Universitas Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar